Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla memerintahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara untuk bersinergi mengembalikan peningkatan produksi perikanan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung, yang saat ini tengah menurun sebagai dampak kebijakan moratorium penangkapan ikan bagi kapal-kapal bermasalah dan proses perizinan berlayar yang diberlakukan beberapa waktu lalu.
"Saya minta Gubernur dan Dirjen Perikanan, instruksi ke semua stakeholder dan instansi terkait. Ini [kendala] harus diseriusi," tegas Wapres usai meninjau pabrik pengolahan ikan PT Delta Pasific Indotuna, Terminal Petikemas Bitung dan Pelabuhan Kapal Penangkap Ikan di KEK, Bitung, Sulawesi Utara (Sulut), Jumat (18/3).
Dari peninjauan langsung oleh Wapres, memang terlihat banyaknya gudang penyimpanan ikan (cold storage) yang kosong dan ratusan kapal yang bersandar menganggur di dermaga pelabuhan kapal ikan Bitung.
Wakil General Manager PT Delta Pasific Indotuna (Delpi, salah satu pabrik pengolahan ikan yang dikunjungi) Cholid Alkatiri melaporkan, kondisi kapasitas produksi yang efektif terpasang saat ini hanya beroperasi 30 persen disebabkan minimnya pasokan. Bahkan PT Delpi terpaksa harus mengimpor ikan agar produksi pengolahan ikan tetap berjalan untuk memenuhi permintaan ekspor.
"Itu pun kadang malah ikannya impor. Ikan banyak [di laut], tapi nelayan yang tangkap nggak ada, karena moratorium dan kebijakan transhipment itu," ujar Cholid.
Menanggapi keluhan tersebut, Wapres berjanji akan menindaklanjuti dan mencarikan solusi agar hambatan yang terjadi tidak mengganggu sektor perikanan dan kelangsungan hidup masyarakat sekitar.
"Aturannya harus disinkronkan. Jangan karena penyesuaian itu, maka menghambat secara keseluruhan, mengakibatkan pendapatan negara dan daerah turun, pengangguran tinggi, kemiskinan naik," seru Wapres.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI) Sulut Basmi Said menjelaskan, perusahaan penangkapan ikan berjumlah 35, sedangkan perusahaan pengolahan ikan berjumlah 53. Usaha sektor perikanan di Sulut, lanjut Basmi, selama 2015 mengalami kehilangan potensi penghasilan senilai 8,7 triliun, dan telah merumahkan 10.502 orang buruh selama 2014-2016, sehingga kehilangan potensi belanja buruh senilai 250 miliar.
Kemudian Ketua Asosiasi Kapal Perikanan Nasional (AKPN) Sulut Ruddy Walukow juga mengatakan 1500 kapal yang dinilai bermasalah, yang berhenti beroperasi akibat kebijakan moratorium penangkapan ikan. Kapal-kapal tersebut, diwajibkan untuk melakukan proses perizinan ulang, agar dapat kembali berlayar.
Menanggapi laporan tersebut, Wapres mengingatkan agar usaha-usaha pelestarian lingkungan laut yang dilakukan sejalan dan seimbang dengan pentingnya menjalankan roda perekonomian masyarakat.
"Memang kita harus menjaga lingkungan tapi harus dipercepat juga. Ini kapal harus diukur ulang, tapi dikasih waktu. Katakanlah 6 bulan menyelesaikannya, sesuai kapasitas Syahbandar dan Perhubungan. Jangan karena Syahbandar dan Perhubungan ngukurnya lama, mereka tidak produksi," pesan Wapres.
Wapres mencermati, efek domino yang ditimbulkan dari lesunya sektor perikanan yang menjadi andalan perekonomian Kota Bitung saat ini, yakni angka kemiskinan, naik dua persen selama setahun terakhir, sehingga berimbas pada meningkatnya angka kriminalitas yang terjadi di masyarakat.
Wapres pun menginginkan agar kehidupan pekerja sektor perikanan terutama nelayan dapat kembali normal secepatnya, sehingga produksi ikan dapat meningkat kembali seperti sediakala.
"Intinya apa yang segera bisa diselesaikan. Bagaimana agar 1500 kapal ini bisa segera kembali beroperasi. Kalau tidak ada produksi, bagaimana hasil perikanan bisa naik," tandas Wapres.
Gubernur Sulut Olly Dondokambey juga merespon apa yang di perintahkan Wapres, Gubernur akan berkoordinasi dengan stakeholders terkait guna meningkatkan kembali potensi perikanan Bitung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar