Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, SE menghadiri Rapat Koordinasi Gubernur, Sekretaris Daerah, dan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik se-Indonesia yang digelar Kementerian Dalam Negeri di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (7/2/2018) pagi.
Olly yang tampil mengunakan kemeja batik coklat lengan panjang terlihat serius menyimak informasi yang dipaparkan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Dalam sambutannya itu Mendagri Tjahjo menyatakan telah mencabut 51 Permendagri yang menghambat birokasi. Pencabutan permendagri tersebut merupakan arahan Presiden Joko Widodo untuk memutus rantai birokrasi yang cukup panjang, baik itu di pemerintahan, kepegawaian, bidang penanggulangan bencana, perpajakan, komunikasi dan telekomunikasi.
Termasuk juga bidang pelatihan dan pendidikan, bidang usaha kecil mikro dan menengah, bidang wawasan kebangsaan, bidang kepamongprajaan, dan tata ruang, serta bidang perizinan dan penelitian riset.
“Sebagaimana arahan Pak Presiden, bahwa kepada seluruh gubernur dan ketua DPRD se-Indonesia, hari ini saya mengumumkan mencabut 51 permendagri,” ucap Tjahjo.
Selain Permendagri, Tjahjo juga berencana mencabut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) desa. Hal ini agar kepala desa lebih fokus terhadap program bantuan desanya dan melakukan tugas-tugas yang menjadi program bupati dan gubernur.
Sementara keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatasi kewenangan Kemendagri untuk membatalkan perda, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada kepala daerah.
“Kami menyerahkan sepenuhnya kepada para gubernur dan para bupati/walikota, kemungkinan masih ada perda-perda yang menghambat investasi, perizinan dan lainnya, bagaimana cara memotong alur birokrasi ini akan bisa berjalan dengan baik,” terang Tjahjo.
Di tempat yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, ada sejumlah ancaman yang harus diantisipasi oleh para kepala daerah, khususnya para gubernur.
Salah satunya yakni ancaman terorisme dan kelompok radikal. Wiranto mengatakan, terorisme merupakan ancaman global yang tak mengenal batas negara mana pun.
"Peran serta pemda harus terlibat di dalamnya. Harus ikut serta, kita menanggulangi total," ujar Wiranto.
Tindakan yang bisa dilakukan mulai dari pemulihan pelaku teroris, penangnan korban terorisme, dan pendeteksian sel terorisme di wilayah masing-masing.
Wiranto mengatakan, tidak mungkin penanganan ancaman tersebut hanya diserahkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) atau Polri semata.
"Jadi Mendagri mengumpulkan Gubernur untuk kita semua memahami betul ancaman di negeri ini," kata Wiranto.
Ancaman berikutnya yang patut diantisipasi yakni kerawanan jelang pilkada. Situasi diperkirakan akan memanas karena konflik antar-pendukung pasangan calon.
Wiranto mengatakan, pemerintah telah memetakan sejumlah daerah yang rawan saat pemilu.
"Oleh karena itu, daerah yamg indeks kerawanan masih tinggi, kita mohon para pejabat derah memahaminya bersama kepolisian, TNI dan Kemendagri untuk menurunkan indeks itu," kata Wiranto.
Wiranto mengatakan, ada pula ancaman tak terduga yang kemungkinan dihadapi di semua wilayah, yakni bencana alam. Pemerintah daerah sudah mengantisipasi sebisa mungkin daerahnya tidak banjir, namun masih saja terjadi.
Ini termasuk daerah yang banyak hutan, rawan longsor dan kebakaran. Tugas kepala daerah, kata Wiranto, adalah mengeliminasi ancaman tersebut agar tidak terjadi.
"Kalau terjadi segera cepat tanggap untuk membantu korban. Itu sesuatu yang harus kita lakukan," kata Wiranto. (BerSin) (Humas Pemprov Sulut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar