Wakil
Gubernur Sulawesi Utara Dr. Djouhari Kansil, MPd, Rabu 12 Juni 2013 bertempat
di Ruang GBHN Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, mempresentasikan
isu, permasalahan dan kebijakan pengembangan wilayah perbatasan kepulauan di
Sulawesi Utara dihadapan Ketua, Wakil Ketua dan 32 Anggota Komite I DPD RI, Tim Kerja RUU
Daerah Perbatasan, yang juga dihadiri oleh delegasi 8 provinsi yang memiliki
wilayah perbatasan antar negara. Hal ini
terkait dengan acara Focus Group
Discussion dengan tema “Menggagas Format Pengelolaan Daerah
Perbatasan di Indonesia"
yang digagas oleh Komite I DPD RI, komite yang membidangi otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah serta
antar-daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pemukiman dan
kependudukan, pertanahan dan tata ruang ,
serta politik, hukum, dan hak asasi manusia.
Delegasi
Sulawesi Utara dipimpin langsung Wakil Gubernur Sulawesi Utara Dr. Djouhari
Kansil, MPd, didampingi Kepala Badan Perbatasan Bartolomius Mononutu, SH, Staf
Ahli Bidang Hukum dan Politik Drs. John H. Palandung, M.Si, Kepala Dinas
Koperasi dan UKM Drs. Maurits Berhandus, SH,
Kepala Biro Pemerintahan dan Humas Dr. Noudy R.P Tendean, SIP,M.Si, dan
Staf Bagian Otda Jefry Rogahang, SSTP.
Focus Group Discussion ini untuk meminta
pendapat dan tanggapan stakeholders
seperti
kementerian/lembaga, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik
Indonesia (Polri), dan pemerintah provinsi yang memiliki wilayah perbatasan
antar negara, yaitu Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Kalimantan Utara,
Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, dan Papua, terkait
format dan model pengelolaan daerah perbatasan maupun substansi dari RUU daerah
Perbatasan.
FGD ini adalah untuk mengkaji urgensi
dan relevansi Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Perbatasan sebagai usul
inisiatif DPD RI. Dalam pengantarnya, Ketua Komite I DPD Alirman
Sori, SH, M.Hum, MM, menjelaskan bahwa pihaknya menganggap RUU Daerah
Perbatasan memiliki urgensi dan relevansi karena keterbelakangan,
ketertinggalan, serta keterisoliran daerah perbatasan di wilayah Indonesia.
"Selalu dan setiap saat daerah perbatasan meneriakkan keterbelakangan,
ketertinggalan, dan keterisoliran mereka. Jika nanti undang-undang ini lahir,
benar-benar bisa memenuhi kebutuhan daerah perbatasan," ujarnya.
Wilayah Indonesia berbatasan dengan
banyak negara, baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas
darat wilayah Indonesia dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste
berlokasi di tiga pulau, empat provinsi, dan 15 kabupaten/kota. Sedangkan batas
laut wilayah Indonesia dengan India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam,
Filipina, Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini berlokasi di 92 pulau
terluar, termasuk pulau-pulau kecil.
Wakil
Gubernur Sulawesi Utara Dr. Djouhari Kansil, MPd, yang diberikan kesempatan
pertama, menyampaikan antara lain mengenai posisi strategis wilayah perbatasan
kepulauan dalam konstelasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dikatakan bahwa
saatnya kita melakukan perubahan, mulai dari perubahan mind-set tentang perbatasan/kepulauan sampai pada perubahan
kebijakan strategis nasional untuk mengembangkan wilayah perbatasan sebagai
beranda depan, benteng NKRI penegak kewibawaan bangsa. Karenanya wilayah
perbatasan Indonesia dibagian utara yaitu Miangas, Marore dan pulau-pulau
terdepan lainnya yang berbatasan dengan negara tetangga, yang ada di wilayah Nusa Utara harus diperkuat dan dibangun. Karena
realitas permasalahan di daerah perbatasan, apalagi di kepulauan sangatlah
terkebelakang disbanding dengan daratan. Oleh karena itu harus ada keberpihakan
kebijakan nasional atas daerah-daerah
perbatasan, jangan sampai setelah satu dua pulau hilang, baru kita sadar dan
bereaksi. Mari kita jaga, rawat dan pelihara daerah perbatasan kita, ujarnya.
Kansil juga
menyampaikan beberapa usul kebijakan antara lain perlunya manajemen
pemerintahan khusus wilayah perbatasan kepulauan, proporsionalitas sharing dan distribusi
fiscal berdasarkan luas wilayah, termasuk laut, pengembangan sistem pembangunan
yang saling interkoneksitas antara daratan dan lautan, pengembangan infrastruktur
ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
Termasuk juga penting dan strategisnya
pembentukan daerah otonom baru di wilayah perbatasan kepulauan untuk memacu
dan mempercepat proses pembangunan di wilayah perbatasan kepulauan Nusa Utara.
Terkait dengan itu, pada akhir presentasi Djouhari Kansil, yang juga sebagai
Ketua Umum Presidium Pembentukan Provinsi Perbatasan Nusa Utara juga menyampaikan dokumen usul pembentukan
Provinsi Perbatasan Nusa Utara sebagai aspirasi masyarakat di wilayah perbatasan
kepulauan Nusa Utara, yang diterima langsung oleh Ketua Komite I DPD RI Alirman Sori, SH,
M.Hum, MM, didampingi Wakil Ketua Komite , dan direspon positif untuk ikut mengawal proses
ini (Kabag Humas JF Ruaw).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar