Wakil Gubernur Sulut Drs Steven Kandouw mengakui kawasan perbatasan masih tertinggal. Untuk memajukanya perlu perhatian serius dari semua pihak, ujar Kandouw saat membuka pertemuan Uji Sahi UU Pengelolaan Kawasan Perbatasan yang digelar Komite 1 DPD RI yang dipimpin Wakil Ketua Komite 1 Benny Ramdhani dengan jajaran Pemprov Sulut, unsur Forkopimda Sulut, Wakil Bupati Sitaro Siska Salindeho dan dua personil Anggota Dekab Sangihe Helmut Hontong (Ketua Komisi 1) dan Merry Pukoliwutang (Ketua Fraksi Golkar) di ruang rapat CJ Rantung Selasa (21/06) kemarin.
Dalam kesempatan ini, Wagub secara lugas membeber berbagai permasalahan krusial di daerah perbatasan.
Menurut Wagub, 3 Kabupaten di Nusa Utara yakni Kepulauan Sangihe, Talaud dan Kepulauan Sitaro masuk 5 besar daerah termiskin di Sulut. "Dari 15 indikator kemiskinan dari BPS, seluruhnya dimiliki warga miskin di sana antara lain kurangnya tenaga dokter, air bersih, serta sandang, pangan dan papan. Singkat kata wilayah perbatasan kepulauan butuh perhatian serius," beber wagub.
Belum lagi terhadap akses pelayanan dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan masih sangat rendah bahkan tidak ada.
Tiga Kabupaten Kepulauan ini, lanjut Wagub, memiliki fiskal rendah. "APBD dari 3 Kabupaten ini di bawah 5 persen. Dengan kondisi ini, kita tidak bisa berharap lebih Pemda di sana bisa melakukan penetrasi maksimal terkait pengentasan kemiskinan," kata Wagub.
Masalah lain yakni disparitas harga akibat medan serta sarana prasarana transportasi perhubungan yg belum memadai. "Perlu diketahui bersama, harga bahan pokok masyarakat di daerah perbataaan sangat tinggi dibandingkan dengan daerah di daratan," terangnya.
Selanjutnya Wagub mengelaborasi permasalahan keamanan dan pertahanan di daerah perbatasan. Ia menyentil permasalahan penduduk yang dikenal Sangihe Philipina (Saphi) atau Philipina Sangihe (Phisang, dimana status kewarganegaraan sampai aekarang masih belum jelas. Wagub juga menyinggung adanya anasir-anasir dari kelompok fundamentalis yang menjadikan wilayah perbatasan Nusa Utara sebagai pintu masuk maupun pintu keluar para teroris dan pemerintah pusat kurang serius mengatasi masalah tersebut, tandas mantan Ketua Deprov Sulut ini.
Sebelumnya Benny Ramdhani mengungkapkan bahwa pertemuan ini merupakan reuni dengan Wagub Steven Kandouw karena pernah sama-sama duduk di DPRD Sulut selama 3 periode.
"Kami sudah beberapa hari berada di Sulut, dan kami sudah mendatangi jantungnya perbatasan di negara ini yakni di Kabupaten Kepulauan Talaud, untuk memotret langsung kondisi wilayah dan kehidupan masyarakat di bumi porodisa, karena undang-undang yang ada belum mampu mengakomodir daerah perbatasan," ujar mantan anggota Deprov Sulut ini.
Ramdhani juga mengakui bahwa, fakta empiris sampai hari ini ada ketimpangan antara kawasan barat san timur, atau jawa dan luar jawa, daratan dan kepulauan contoh Talaud tidak memilili legitimasi karena undang-undang belum mampu mengakomodir daerah perbatasan.
Brani juga menyebutkan kalau selama ini semua regulasi di potret dari istana Presiden atau lembaga pemerintah pusat terkait, tapi sekarang berbeda di potret langsung dari daerah vulan dari Jakarta sehingga betul-betul kita mengetahui kondisi daerah yang sesungguhnya.
Indonesia Timur itu berbicara perbatasan didalamnya juga berbicara Sulawesi Utara karena memiliki 3 daerah perbatasan, ujar Ramdhani sembari menambahkan, melalui pertemuan ini diharapkan mendapat berbagai masukan dalam penyempurnaan RUU ini. (Humas pemprov Sulut).
Visi OD-SK : Terwujudnya Sulawesi Utara Berdikari dalam Ekonomi, Berdaulat dalam Pemerintahan dan Politik, serta Berkepribadian dalam Budaya.".
Selasa, 21 Juni 2016
Wagub Kawasan berbatasan Masih Tertingal
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar