Senin, 24 Februari 2014

Mokodongan: Anggota Korpri Bukan Warga Kelas Dua

Anggota korpri sebagai aktor pemeran di bidang pemerintahan dalam menjalankan tugas dan pekerjaan setiap hari, tak luput dari kecelakaan kerja. Hal itu disampaikan Sekprov Sulut Ir. Siswa R Mokodongan saat menyampaikan materi “Kebijakan perihal BPJS Ketenagajerjaan di lingkup PNS Pemprov”, yang disampaikan pada sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan, Senin (24/2) kemarin di ruang Hujula Kantor Gubernur.
 Sebagai Ketua Korpri tentunya berharap agar jaminan kecelakaan kerja dari  anggota saya (anggota Korpri) jangan diperlakukan ketika masih jamannya Askes dulu dimana PNS di-ibaratkan hanya sebagai warga kelas dua, sehingga standar pelayanan yang mereka peroleh diangap kurang maksimal. Hal itu kiranya tidak akan terjadi lagi di era BPJS Ketenagakerjaan sekarang ini. kalau perlu saya usulkan para Abdi Negara ini apa bila terjadi kecelakaan kerja harus mendapat perawatan di kelas satu, ujarnya sembari menyebutkan, tiap bulan setiap anggota Korpri mendapat potongan 5 persen sesuai besaran gaji yang diterima, karena itu tidak ada alasan anggota Korpri harus diperlakukan sebagai warga kelas dua, tandasnya.
Bagian lain Mokodongan mengatakan, sebagai public servan yang prefesional tidak dapat berjalan maksimal apabila tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan dari pemerintah, yang berupa remunerasi gaji, tunjangan kesejahteraan, penyediaan perumahan yang layak dan asusransi kesehatan. Disamping itu anggota Korpri akan diberikan jaminan pensiun dan jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. (Kabag humas Judisthira Siwu selaku jubir pemprov)




  

SHS Tidak Menghambat Program Tetty

Mencermati pemberitaan surat kabar harian Koran Manado yang terbit Senin (24/2) kemarin, pada halaman depan dengan Judul SHS Hambat program Tetty dan sub Sudul triwulan pertama Minsel nihil aktivitas terkait dengan APBD 2014 terkatung-katung. Dimana dalam isi berita Gubernur Sulut SH Sarundajang pun dituding sengaja menghambat, karena Surat keputusan (SK) Gubernur dalam hal merekomendasi penggunaan APBD Minsel belum juga di tanda tangani. Hal itu di bantah oleh Karo Pemerintah dan humas Setda Provinsi Sulut Dr. Noudy RP. Tendean SIP.MSi, Senin (23/2) kemarin di Kantor Gubernur.
Tudingan seperti itu tidak mendasar sama sekali,  Justeru sebaliknya secara normatif  SK tersebut sudah ditandatangani oleh Pak Gubernur Sinyo Sarundajang dan telah diserahkan kepada Kabid Anggaran DPKAD Minsel Efert Kawalo pada 20 Pebruari 2014 lalu, yaitu SK Gubernur No. 50 Tahun 2014 Tentang Evaluasi Ranperda Kab. Minsel Tentang APBD 2014 dan Ranperbup Minsel Tentang Penjabaran APBD 2014, hal ini sekaligus menjawab tudingan dari salah satu personil DPRD Minsel, ujar mantan Direktur IPDN Regional Sulut.
Karena selama ini konsultasi dan evaluasi seperti ini,  semuanya berjalan sesuai prosedur dan mekanisme aturan, tidak ada dalam kamus pemerintah provinsi untuk menghambat urusan administrasi pemerintahan, termasuk konsultasi evaluasi Ranperda APBD 2014 Minsel, semuanya berjalan dalam koridor aturan. Bapak Gubernur tidak pernah  menahan-naham proses evaluasi ini.
Jebolan Doktor UGM Jogya ini menyebutkan secara normatif, sebenarya proses Ranperda Minsel memang sudah sangat terlambat masuk ke pemprov. Mestinya paling lambat 30 Nopember 2013 dokumen APBD Minsel ini sudah di setujui bersama  baik DPRD maupun Pemkab Minsel, akan tetapi persetujuan ini baru terjadi pada 31 Desember 2013. Kemudian paling lambat tiga hari atau awal Januari 2014 sudah disampaikan ke pemprov, namun sayangnya dokumen itu baru disampaikan pada 4 Pebruari 2014.         
Selanjutnya sesuai Permendagri No. 13/2006 menjelaskan bahwa hasil evaluasi APBD ini dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Bupati/Walikota paling lambat 15 hari kerja, itu berarti  sejak dibahas 6 Pebruari lalu oleh Tim TAPD Provinsi sampai penyerahan dokumen APBD ke Pemkab Minsel belum terlambat karena baru memasuki 12 hari kerja, jadi dalam kasus APBD Minsel tidak ada yang dihambat dan yang menghambat. Justeru saat ini pemerintah provinsi sementara menunggu laporan hasil tindak lanjut  terkait rekomendasi/hasil evaluasi  APBD sebagaimana dalam SK Gubernur tersebut, baik dalam bentuk surat laporan maupun Perda APBD. Terkait dengan itu, untuk menjaga harmonisasi pemerintahan, diharapkan kepada semua pihak agar tidak mempolitisir bagian dari proses administrasi negara ini ke dalam wilayah-wilayah politik praktis-pragmatis, tandas Tendean.   (kabag humas Judisthira Siwu selaku jubir pem prov).