Tokoh nasional sekaligus pentolan
Nahdatul Ulama K.H. Salahudin Wahid selaku pemimpin Pondok Pesanteren Tebuireng
Jombang, Jawa Timur mengundang DR. S.H.
Sarundajang dan beberapa tokoh lainnya yaitu Rektor Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang Prof.DR. Imam Suprayogo, dan DR. H. Mohammad
Atamimi dalam acara diskusi lintas agama yang digelar di gedung KH. Yusuf
Hasyim Ponpes Tebuireng, Minggu (29/9).
Diskusi tersebut selain dihadiri
ratusan santri dari pondok pesantren Tebuireng juga dari Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Kabupaten Jombang serta masyarakat umum.
Topik yang diangkat dalam
diskusi itu adalah mengenai kepemimpinan yang diterapkan SHS ketika menjadi juru damai di
Maluku dan Maluku Utara saat terjadi konflik horisontal pada waktu itu.
Gus Solah panggilan akrab
K.H. Salahudin Wahid dalam sambutannya membuka kegiatan tersebut mengatakan
bahwa apa yang dilakukan Sarundajang pada saat itu bisa dijadikan 'role case'
(contoh kasus) dalam bagaimana strategi meredam konflik dan bagaimana memimpin masyarakat
yang majemuk. Adik Kandung Presiden ke-4 RI KH. Andurrahman Wahid juga
mengungkapkan kegembiraannya dan menyambut dengan hangat kehadiran Sarundajang dalam
diskusi tersebut. "Bangsa kita terbentuk dengan latar belakang berbagai
perbedaan, termasuk juga perbedaan agama, tapi perbedaan tersebut harus dilihat
sebagai kekayaan yang dimiliki bangsa ini dan tidak dimiliki bangsa lain. Kita
harus menerima itu dan hidup dalam kondisi itu dengan damai dan rukun. Itulah
juga yang diajarkan para pendiri NU sejak dahulu kala", tukas Gus Solah. Ia
juga menambahkan bahwa apa yang dilakukan Sarundajang di Maluku dan Maluku
Utara pada waktu itu adalah suatu pekerjaan mulia dan patut dicontohi
calon-calon pemimpin dimasa yang akan datang. Gus Solah sempat juga menyinggung
soal diikutsertakannya SHS sebagai peserta konvensi Calon Presiden RI 2014-2019
Partai Demokrat dengan mengatakan dengan masuknya Sarundajang dalam bursa calon
presiden memberikan tanda-tanda positif terhadap kehidupan keberagaman dan
kemajemukan yang ada di negara ini yang dimulai dari proses melahirkan kepemimpinan
nasional.
Selanjutnya secara
berturut-turut DR. H. Mohhammad Atamimi dan DR. S.H. Sarundajang membagi
pengalaman tentang penyelesaian konflik Maluku dan Maluku Utara. Atamimi yang
pada waktu itu adalah Panglima laskar jihad di Ambon mengungkap tentang langkah
Penjabat Gubernur dan penguasa darurat sipil disana yang pada waktu itu
dipercayakan kepada Sarundajang menyelesaikan pertikaian adalah dengan 'lidah
dan hati'. "Pendekatan beliau adalah dengan menciptakan dialog dan hati
nurani, dan itulah yang mendamaikan kami", jelas Atamimi yang saat ini
menjabat sebagai Direktur Wakaf Kementerian Agama RI. Sedangkan SHS mengurai
tentang langkah-langkah yang ditempuhnya dalam menunaikan tugas yang penuh
resiko tersebut. "Apa yang saya buat di daerah-daerah yang bertikai itu
adalah amanah dari Allah SWT, dan saya percaya tidak ada agama apapun yang mengajarkan
untuk saling membunuh dan berkeyakinan
pada waktu itu bahwa menjalankan amanah itu tidak dapat diselesaikan dengan
senjata, oleh karena itu apa yang saya lakukan itu hanya dengan dialog dan
merangkul pihak-pihak yang bertikai dengan pendekatan hati nurani, tukas
Sarundajang membenarkan apa yang disampaikan Atamimi.
Terakhir yang memberikan
sambutan adalah Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Prof. DR. Imam
Suprayogo. Imam menjelaskan alasan kenapa sampai pihak UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa (HC) kepada
Sarundajang yang notabene orang pertama non-muslim yang diberi gelar oleh institusi
tersebut. "Kami memberi gelar ini bagi orang yang berprestasi. Mendamaikan
dua daerah kerusuhan saat itu adalah prestasi yang luar biasa dan kami nilai
layak dianigerahkan gelar ini agama apapin beliau", terang Imam.
Diakhir diskusi SHS menerima
cinderamata berupa buku tentang Pondok Pesantren Tebuireng yang diserahkan langsung
oleh Gus Solah. Sarundajang pun membalas dengan memberikan sumbangan pribadi
juga dalam bentuk buku-buku untuk kebutihan belajar para santri di ponpes yang
adalah salah satu yang terbesar di Indonesia. Mengakhiri kunjungannya, SHS
melakukan ziarah ke makam Gus Dur dan pendiri ponpes tersebut yang lokasinya terletak
dalam kompleks pondok pesantren.
(Juru Bicara Pemprov Sulut Judhistira Siwu, SE, MSi)