Pengakuan sebagai Tokoh Kemajemukan Nasional kembali lagi
diperoleh DR. Sinyo Harry Sarundajang, Gubernur Sulawesi Utara. Kali ini
pengakuan tersebut datang dari masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) khususnya
para pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam beberapa organisasi kepemudaan
yaitu GP Ansor, Pemuda Muhamadiyah serta dari mahasiswa IAIN Mataram. Namun
bukan saja dari kalangan pemuda dan mahasiswa saja, bahkan dua organisasi Islam
terbesar di Indonesia wilayah NTB yakni Nahdatul Ulama dan Muhammadiah pun
memberikan pengakuan serupa kepada mantan Penjabat Gubernur Maluku dan Maluku
Utara tersebut. Hal tersebut terungkap pada acara Silaturrahmi dan Dialog
Kebangsaan dengan DR. Sinyo Harry Sarundajang yang diselenggarakan Pimpinan
Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Wilayah NTB di Hotel Lombok
Raya Mataram, NTB hari Senin (13/1).
Sarundajang ketika itu menyampaikan orasi kebangsaan
dihadapan kurang lebih dua ribu massa yang umumnya adalah pemuda dan mahasiswa
dari GP Ansor (NU), Muhammadiyah, serta beberapa perguruan tinggi besar di NTB
antara Lain Universitas Mataram dan IAIN Mataram. Dalam orasi yang berdurasi
sekitar 45 menit itu, SHS tanpa text secara lugas membagikan beberapa
pengalaman ketika mengatasi permasalahan di dua daerah konflik saat menjalankan
tugas negara sebagai Penjabat Gubernur dan Penguasa Darurat Sipil di Provinsi
Maluku Utara dan Maluku, serta memberikan pemahaman-pemahaman tentang kehidupan
pluralism di Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Bangsa kita adalah Negara ‘Ajaib’
ditengah-tengah dunia yang modern. Mengapa demikian? Karena kita memiliki
berjuta kepelbagaian baik suku, budaya, agama, bahasa, yang mendiami bangsa
yang terdiri dari lebih dari 17 ribu pulau, dan kita masih sebagai satu
keluarga dalam himpunan NKRI”, ungkap penerima gelar Doktor Honoris Causa dari
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tersebut. Dikatakan SHS juga, bahwa yang
terpenting dalam memelhara kerukunan dan menjaga kemajemukan tersebut ialah
bagaimana masing-masing individu secara sadar menerima kenyataan bahwa hidup
kita adalah sebagai pemberian dari yang Maha Kuasa. “Hidup ini adalah ‘Given’
(anugerah) dari Allah SWT, dan oleh sebab itu marilah kita kembalikan semuanya
itu kepada Dia yang memiliki kehidupan kita”, kata Sarundajang. Orasi
Kebangsaan yang disampaikan SHS yang ditutup dengan kutipan ayat suci Al-Quran dalam surat ar-Ra'du ayat 11: "Allah tidak akan merubah nasib suatu
kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah nasibnya" dan dalam surat al-Anfal ayat 53: " Demikianlah Allah sekali-kali tidak
akan merubah kenikmatan yang telah dikaruniakan pada suatu bangsa, kecuali
bangsa itu sendiri yang merubahnya”
yang dilafalkan dengan bahasa Arab dengan baik oleh SHS yang kemudian disambut
dengan aplaus kagum oleh para peserta.
Tampil sebagai pembanding yakni Ketua Pengurus Wilayah NU NTB, Drs.
Tuan Guru Haji Achmad Taqiuddin Mansur, MPDI, Pimpinan Pengurus Wilayah
Muhammadiyah NTB, Drs. Lukmanul Hakim, dan Presiden BEM IAIN Mataram Bahwan.
Masing-masing memberikan tanggapan tentang orasi yang disampaikan SHS dan
memberikan apresiasi bahkan menyatakan kekaguman bukan hanya karena penyampaian
orasi, namun terlebih karena apa yang dilakukan Sarundajang selama perjalanan
karirnya yang mencerminkan seorang sosok pemimpin yang mampu memahami situasi
dan kebutuhan orang yang dipimpinnya. “Pengabdian Sarundajang dalam menjalankan
tugas khususnya saat mengatasi konflik di beberapa daerah meripakan cerminan
Pemimpin yang amanah. Pemimpin yang
seperti ini yang sesungguhnya dibutuhkan bangsa ini kedepan”, ungkap ketua PW
NU NTB, Mansur.
Hadir dalam kegiatan tersebut selain para panelis diatas, mewakili
Gubernur NTB yaitu Asisten Pemerintahan dan Kesra, DR. R. Rosadi Sayuti. MSc,
Rektor IAIN Mataram DR. H. Mansun, M.AG, Ketua PW GP Ansor NTB, Suaeb Quiri,
SH, Ketua Pemuda Muhammadiyah NTB Ustad Muharar Ikbal, MA. Hadir juga dari
kalangan Kawanua yang berdomisili di NTB, George Wenas Ketua Dewan Pembina
Kerukunan Kawanua Maesa NTB.
(Juru Bicara Pemprov Sulut, Judhistira Siwu, SE, MSi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar