Sejarah pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia telah mencapai titik kesepakatan trilogi kebangsaan, melalui ikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa” yang telah dikumandangkan pada 28 Oktober 1928.
Hal itu disampaikan Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, SE dalam sambutan yang diwakili Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Edison Humiang pada acara Pelepasan Kirab Satu Negeri yang dilaksanakan di Manado, Senin (17/9/2018) siang.
"Ikrar dan semangat kebhinnekatunggalikaan yang telah dikumandangkan itu, telah berhasil mengendapkan perbedaan daerah, suku, agama, dan bahasa daerah, dalam kesadaran kebangsaan yang ideal dan luas, hingga akhirnya tercapailah kemerdekaan Indonesia," kata Humiang.
Namun demikian, menurut Humiang, sangat disayangkan seiring dengan 73 tahun Indonesia merdeka, semangat kebhinnekatunggalikaan yang selama ini mampu turut mengawal pembangunan dan kesatuan bangsa, beberapa tahun terakhir sedang goyah dengan terpaan problematika kemajemukan dan keragaman yang terus mengemuka.
"Permasalahannya bukan terletak pada banyaknya agama, banyaknya suku, banyaknya bahasa, banyaknya kelompok maupun golongan di negeri ini, namun dikarenakan semakin tergerusnya semangat kebangsaan, persatuan, persaudaraan, dan nilai-nilai kebhinnekaan sebagai satu kesatuan NKRI karena masih adanya kesenjangan dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat," ungkap Humiang.
Karenanya, Humiang mengajak seluruh peserta kirab satu negeri untuk meneguhkan kesatuan bangsa, baik melalui internalisasi nilai-nilai Empat Pilar Kebangsaan, yakni : Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, maupun lewat Revolusi Karakter Bangsa, dengan terus menggaungkan Gerakan Nasional Revolusi Mental, melalui internalisasi dan pembudayaan tiga nilainya, yakni : Integritas, Etos kerja dan Gotong royong.
Terkait pelaksanaan Kirab Satu Negeri, Humiang mengapresiasinya. Dirinya optimis agenda tersebut mampu menjaga keutuhan Indonesia.
"Bangsa ini bahkan dapat tampil terdepan bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, utamanya sebagai cerminan kehidupan bangsa yang majemuk, namun tetap satu dalam persaudaraan, yang dibingkai dalam tatanan demokrasi, serta toleransi satu sama lain," beber Humiang.
Lebih jauh, masih dalam sambutan, Humiang mengingatkan agar nilai positif yang diperoleh selama kegiatan Kirab Satu Negeri, baik itu kebersamaan dan persatuan, serta semangat membangun bangsa, dapat terus terlembaga dalam keseharian kehidupan, dan tidak berakhir seiring dengan selesainya kegiatan.
Untuk diketahui, Tim Kirab Satu Negeri yang membawa bendera merah putih berkeliling seluruh wilayah Indonesia serentak bertolak dari lima titik terluar.
Lima titik pemberangkatan tim yang berjumlah 1.945 orang itu adalah Sabang (Aceh), Nunukan (Kalimantan Utara), Miangas (Sulawesi Utara), Rote (NTT) dan Merauke (Papua). Kegiatan ini akan berakhir di Kota Yogyakarta pada 26 Oktober 2018. Rencananya, Presiden RI Joko Widodo akan hadir dalam acara apel kebangsaan puncak perayaan Kirab Satu Negeri di Yogyakarta.
Pelepasan Tim Kirab Satu Negeri turut dihadiri Ketua Wilayah Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sulut, Yusra Alhabsyi, SE, pengurus dan anggota GP Ansor Sulut serta para pejabat Pemprov Sulut. (Humas Pemprov Sulut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar