Kamis, 20 Juni 2013

Sarundajang: Perjanjian Internasional Masih sebatas Retorika

Dukungan Peraturan dan Perundang-undangan, dalam bidang perjanjian kerjasama daerah (sister city/sister Province) dengan pihak luar negeri, dinilai  belum memberikan dampak positif bagi daerah-daerah yang melakukan kerjasama. Hal itu disampaikan Gubernur Sulut Dr. Sinyo Harry Sarundajang saat menerima kunjungan Komisi I DPR-RI yang berjumlah Empat orang di pimpin Ketua Tim Tubagus Hasanudin, SE MM di ruang Huyula Kantor Gubernur, Kamis ( 20/6) kemarin.
Tujuan kunjungan Tim Komisi I DPR-RI kali ini, di Provinsi Sulut dalam rangka mencari bahan masukan terkait dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Perjanjian Internasional yang saat ini sementara dalam pembahansan di DPR-RI.
Sarundajang menyebutkan, pengalaman Provinsi Sulut yang telah membangun kerjasama sister city Bitung dan davao city serta Provinsi Sulut dengan negara bagian American Samoa, dianggap masih sebatas retorika belaka, karena terbentur dengan peraturan dan perundang-undang yang ada di tingkat kementerian, sembari memberi contohnya Permendagri No. 3 tahun 2008 Tentang pedoman pelaksanaan kerjasama pemerintah daerah dengan pihak luar negeri dan Permenlu No. 09/A/XII/2006/01 pada Bab III tentang mekanisme hubungan kerjasama luar negeri oleh daerah. Adapun masing-masing peraturan kementerian terkait tersebut lebih dominan menonjolkan multitafsir masing-masing, termasuk dibidang ekonomi juga mengalami hal yang sama karena terbentur dengan peraturan kementerian perdagangan,  ujar Ketua AIPI Pusat.
Bagian lain mantan Irjen Depdagri ini menyebutkan, Provinsi Sulut memliki 15 Kabupaten/Kota dan tiga kabupaten berada di kepulauan yang berbatasan dengan negara Philipina, yaitu Kabupaten Kepulauan Talaud, Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Sitaro serta memiliki dua pulau terdepan yang berbatasan langsung dengan negara Filipina yaitu pulau Marore dan Miangas. Sebagai daerah perbatasan kita banyak ruginya, karena ikan-ikan kita banyak diambil oleh nelayan luar negeri. Karena itu mantan Penjabat Gubernur Maluku dan Maluku Utara itu berharap, Komisi satu dapat memperjuangakan aspirasi kami di Kemendagri untuk menyetujui lewat dana APBD pembelian  armada patroli yang akan digunakan Angkatan Laut kita di perairan perbatasan. Karena  jika hal ini terus terjadi maka yang rugi adalah nelayan kita.
Sementara menyangkut warga sulut yang bermukim di Minadaou, Sarundajang sekaligus mengklarifikasi pernyataan Ketua Tim Komisi I bukan hanya 6 ribu melainkan sekitar 30 ribu jiwa. Mereka tinggal disana sudah turun temurun lamanya dan mata pencahariannya kebanyakan bekerja di perkebunan maupun buru, namun sering dimanfaatkan para politisi Philipina untuk menggunakan hak suara mereka dalam pemilihan kepala daerah. Untuk itu Gubernur pilihan Rakyat Sulut dua periode ini, berharap kiranya kunjungan Komisi I DPR-RI dapat bermanfaat bagi kemajuan daerah sulut. (Kabag humas Jackson Ruaw selaku jubir pemprov).






Tidak ada komentar:

Posting Komentar