Rabu, 19 Juni 2013

Sarundajang Minta Baleg Perjuangkan RUU Provinsi Kepulauan



Gubernur Sulawesi Utara Dr. S. H. Sarundajang, Rabu (19/6) Kemarin bersua dengan tim Badan Legislatif (Baleg) DPR-RI yang dipimpin Ignasius Mulyono, didamping dua anggota Nurul Arifin dan Irfansa. Tak pelak, pertemuan Sarundajang dengan salah satu alat kelengkapan DPR ini langsung dimanfaatkannya untuk memfollow-up perkembangan pembahasan RUU Provinsi Kepulauan yang saat ini sementara dalam pembahasan legislatif. ‘’Prinsipnya tim teknis Provinsi Kepulauan siap memberikan penjelasan, jika dibutuhkan. Sampai saat ini kami terus membangun komunikasi dengan DPR dan kita sifatnya menunggu panggilan mereka, kalau dimintakan kami siap menjelaskan mengingat poin persoalannya sudah diserahkan ke DPR,’’ terang Sarundajang.
Pada kesempatan tersebut Sarundajang meminta bantuan tim Baleg agar sekiranya bisa memperhatikan bahkan memprioritaskan usulan UU Percepatan Pembangunan Provinsi Kepulauan. Karena sebagaimana alasan lahirnya Baleg yang didorong oleh adanya amandemen pertama terhadap UUD pada tahun 1999, yang menegaskan bahwa fungsi legislasi dilakukan oleh DPR, otomatis tim ini bisa memainkan fungsi  utamanya yang dititikberatkan pada proses administrasi dan teknis legislasi. Apalagi sejak perubahan Tata Tertib DPR pada tahun 2001 yang mulai berlaku pada 2002 lalu, fungsi Baleg menjadi lebih berbobot serta cukup memadai untuk mempengaruhi substansi sebuah RUU. Bahkan, peran Baleg dikuatkan dalam undang-undang dengan adanya UU nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP). Pasal 16 UU PPP mengatur bahwa penyusunan perencanaan undang-undang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dilakukan oleh pemerintah dan DPR dan dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.  ‘’Undang-undang ini dinilai sudah mendesak karena fakta membuktikan, kehidupan dan kesejahteraan masyarakat yang ada di daerah kepulauan itu masih banyak yang belum maksimal. Sementara saat ini pemberian DAU kepada suatu provinsi itu sangat dipengaruhi oleh perhitungan yang hanya berdasarkan pada jumlah daratan yang dimiliki, nah bagaimana dengan provinsi yang memiliki daerah kepulauan otomatis luas laut juga banyak,’’ sesal Sarundajang.
Menurut Sarundajang, semestinya Indonesia sebagai negara kepulauan harus mengakui keunikan provinsi dan kabupaten/kota kepulauan. Luas daratan provinsi kepulauan jauh lebih kecil dibanding luas laut, sehingga perhitungan APBD pun terbatas, dibanding provinsi daratan. Tidak mengherankan jika tujuh provinsi kepulauan bertekad memperjuangkan legalitas provinsi kepulauan yakni Nusa Tenggara Timur dengan luas lautan mencapai 88 persen, Nusa Tenggara Barat (85 persen), Kepulauan Riau (96 persen), Bangka Belitung (75,80 persen), Maluku (92,96 persen), Maluku Utara (90,80 persen), dan Sulawesi Utara (78,90 persen). ‘’Provinsi di wilayah kepulauan memiliki kesulitan luar biasa dalam hal pelayanan publik. Kunjungan kerja pejabat ke kabupaten harus menggunakan pesawat dengan biaya tinggi, belum termasuk penginapan hotel, dan lainnya. Biaya ini jauh lebih tinggi dibanding kunjungan kerja seorang kepala daerah di provinsi daratan,’’ ujar Sarundajang sembari menambahkan bahwa berdasarkan hasil research, provinsi kepulauan memiliki sumber daya alam di laut luar biasa, tetapi masyarakatnya masih miskin. Pendapatan masyarakat di provinsi kepulauan antara Rp 4 juta hingga Rp 10 juta per kapita per tahun, sementara masyarakat di provinsi daratan mencapai Rp 100 juta per kapita per tahun. (Jubir Pemprov Sulut, Drs. Jackson F. Ruaw, M.Si)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar