Senin, 28 Oktober 2013

Jaffar Umar Thalib: Seharusnya Indonesia Berhutang Budi kepada Sarundajang



Konflik horisontal yang terjadi di Maluku Utara dan Maluku pada tahun 2002-2003 seakan memberikan catatan buram perjalanan kehidupan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat lebih dari setengah abad. Tercatat ratusan orang menjadi korban konflik tersebut. Dikala asa rakyat Maluku dan Maluku Utara mulai sirna, muncul sebuah sosok yang datang membawa "Hati" di dua daerah yang sedang dilanda kekacauan tersebut. Dialah Sinyo Harry Sarundajang, Inspektur Jenderal Depertemen Dalam Negeri RI yang saat itu ditugaskan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri menjadi Penjabat Gubernur sekaligus Penguasa Darurat Sipil di kedua daerah tersebut. Sebelas bulan lamanya di Maluku Utara dan sebelas bulan juga di Maluku, Sarundajang dengan 'One Way Ticket Mission' nya menjalankan tugas dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab. Nyawapun menjadi taruhannya namun SHS (sapaan akrab Sarundajang) menjalankan itu dengan pemberian diri sepenuhnya karena kecintaan dia akan bangsa ini. Tangan dingin kepemimpinan SHS pun berbuah manis, bersama segenap komponen yakni aparat keamanan, tokoh masyarakat dan tokoh agama dan terlebih karena dukungan masyarakat yang berkonflik di Maluku dan Maluku Utara perdamaian pun tercipta. Salah satu saksi hidup yang juga memegang peran kunci situasi di daerah konflik pada waktu itu adalah Ustad Djafar Umar Thalib, yang dikala itu adalah panglima laskar jihad Indonesia menceritakan betapa sosok SHS adalah tokoh yang paling berjasa dalam mendamaikan dua daerah yang saat itu hampir porak poranda. Ustad Djaffar mengungkapkan bahwa kehadiran SHS di sana pada waktu itu seakan membawa 'Pelangi Damai' dikala rakyat disana seolah-olah sudah buntu jalan penyelesaian. Diungkapkan pula bahwa niat yang tulus yang ditunjukkan Sarundajang menggugah hati nuraninya untuk barsama dengan Penguasa Darurat Sipil yakni Sarundajang mewujudkan perdamaian di sana.
Seakan bernostalgia, kedua tokoh pendamai Maluku dan Maluku Utara ini secara kebetulan di salah satu pusat media nasional terbesar di Jakarta pada Jumat (25/10), Ustad Djaffar mengurai secara gamblang peran SHS dalam mengupayakan perdamaian di dua daerah itu. "Saya tidak mengatakan ini secara berlebihan, namun pada kenyataannya jika tidak muncul seorang Sinyo Harry Sarundajang disana pada waktu itu, saya yakin pertikaian dan konflik masih saja teejadi sampai dengan saat ini", kata Ustad Djaffar. Dia mengatakan bahwa dengan kerendahan hati dan niat yang tulus untuk berdialog dengan pihak-pihak yang bertikai pada waktu itu membuka mata hatinya sebagai panglima Jihad tertinggi di negeri ini untuk menarik pasukannya. "Pada waktu itu kami seolah kehilangan titik temu karena pemerintah dikala itu menganggap kami sebagi musuh bebuyutan yang harus disingkirkan, namun ketika pak Sarundajang datang dan menemui kami sampai beberapa kali, barulah saya yakin bahwa niat beliau tulus untuk perdamaian kita semua", jelas Ustad Djaffar. Ketika ditanya apakah dia merasa berhutang budi kepada pak Sarundajang, Ustas Djaffar mengatakan bahwa bukan hanya dia yang berhutang budi melainkan Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia seharusnya berhutang budi kepada SHS. "Bukan hanya saya dan kelompok saya, tapi pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia berhutang budi kepada Pak Sarundajang. Bangsa ini membutuhkan pemimpin seperti beliau, yang mampu mengatasi permasalahan dan mampu mengenali permasalahan. Saya yakin dalam menangani isu-isu lain bangsa ini juga Pak Sarundajang mampu mencarikan solusinya", ungkap jebolan pendidikan Afghanistan dan Pakistan tersebut. ditempat yang sama, SHS juga memberikan apresiasi dan penghargaan kepada Djaffar Umar Thalib yang membantunya menciptakan perdamaian di Maluku dan Maluku Utara kala itu. "Pertama, kedua dan ketigakalinya saya datang menemui Ustad Djaffar saya diusir mentah-mentah. Namun saya tidak patah arang, begitu saya datang kali berikutnya beliau menerima saya dan kita berdialog. Saya berkeyakinan, sebuas-buasnya orang itu, kalau disentuh hati nuraninya pasti akan luluh juga. Dan itulah yang terjadi. Saat ini saya bersama Ustad Djaffar seperti kakak-beradik", kata Sarundajang yang langsung diiringi tawa akrab Djaffar.
Diminta tanggapan mengenai keikutsertaan SHS sebagai Calon Presiden 2014-2019 konvensi Partai Demokrat, Ustad Djaffar menanggapi bahwa dirinya bukan orang politik namun sosok SHS adalah figur yang tepat menjadi pemimpin di negeri ini. "Saya bukan politisi dan saya tidak paham dengan perpolitikan, namun kalau saya mendukung dan merekomendasikan kepada bangsa ini untuk memberikan kesempatan kepada pak Sarundajang menjadi pemimpin di republik ini", jelas lelaki yang selalu bersorban ini.
(Juru bicara Pemprov Sulut Judhistira Siwu, SE, MSi )



Tidak ada komentar:

Posting Komentar